Senin, 04 September 2017

Definisi Sensor dan transduser

Definisi Sensor dan transduser
Sensor adalah alat untuk mendeteksi / mengukur suatu besaran fisis berupa variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia dengan diubah menjadi tegangan dan arus listrik. Sensor itu sendiri terdiri dari transduser dengan atau tanpa penguat/pengolah sinyal yang terbentuk dalam satu sistem pengindera. Dalam lingkungan sistem pengendali dan robotika, sensor memberikan kesamaan yang menyerupai mata, pendengaran, hidung, lidah yang kemudian akan diolah oleh kontroler sebagai otaknya.
Sensor merupakan transducer yang digunakan untuk mendeteksi kondisi suatu proses. Sedangkan pengertian transducer secara umum yaitu perangkat keras untuk mengubah informasi suatu bentuk energi ke informasi
6
bentuk energi yang lain secara proporsional. Contoh sensor untuk mengukur level BBM dalam tangki mobil, besaran level/ posisi di konversikan ke sinyal transducer yang ada pada dashboard mobil menjadi besaran tahanan kemudian diubah ke besaran listrik untuk ditampilkan.
Sedangkan transduser adalah alat yang mengubah suatu energi dari satu bentuk ke bentuk lain, yang merupakan elemen penting dalam sistem pengendali. Secara umum transduser dibedakan atas dua prinsip kerja yaitu: pertama, transduser input dapat dikatakan bahwa transduser ini akan mengubah energi non-listrik menjadi energi listrik. Kedua, transduser output adalah kebalikannya, mengubah energi listrik ke bentuk energi non-listrik.
William D.C, (1993), mengatakan transduser adalah sebuah alat yang bila digerakan oleh suatu energi di dalam sebuah sistem transmisi, akan menyalurkan energi tersebut dalam bentuk yang sama atau dalam bentuk yang berlainan ke sistem transmisi berikutnya. Transmisi energi ini bisa berupa listrik, mekanik, kimia, optik (radiasi) atau thermal (panas).
Contoh; generator adalah transduser yang merubah energi mekanik menjadi energi listrik, motor adalah transduser yang merubah energi listrik menjadi energi mekanik, dan sebagainya.
2. Peryaratan Umum Sensor dan Transduser
Dalam memilih peralatan sensor dan transduser yang tepat dan sesuai dengan sistem yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini (D Sharon, dkk, 1982):
a. Linearitas
Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu sebagai tanggapan (response) terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya dapat diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah grafik. Gambar 1.1 memperlihatkan hubungan dari dua buah sensor panas yang berbeda. Garis lurus pada gambar 1.1(a). memperlihatkan
7
tanggapan linier, sedangkan pada gambar 1.1(b). adalah tanggapan non-linier.
Gambar 1.1. Keluaran dari sensor dan tranduser panas (D Sharon dkk, 1982)
b. Sensitivitas
Sensitivitas akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan “perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan”. Beberapa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu volt per derajat”, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt ada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti memiliki kepakaan dua kali dari sensor yang pertama. Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan. Sensor dengan tanggapan pada gambar 1.1(b) akan lebih peka pada temperatur yang tinggi dari pada temperatur yang rendah.
c. Tanggapan Waktu (time response)
Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang jelek adalah sebuah termometer merkuri. Masukannya adalah temperatur dan keluarannya adalah posisi merkuri. Misalkan perubahan temperatur terjadi sedikit demi sedikit dan kontinyu terhadap waktu, seperti tampak pada gambar 1.2(a).
8
Frekuensi adalah jumlah siklus dalam satu detik dan diberikan dalam satuan Hertz (Hz). (1 Hertz berarti 1 siklus per detik, 1 kiloHertz berarti 1000 siklus per detik). Pada frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara lambat, termometer akan mengikuti perubahan tersebut dengan “setia”. Tetapi apabila perubahan temperatur sangat cepat lihat gambar 1.2(b) maka tidak diharapkan akan melihat perubahan besar pada termometer merkuri, karena ia bersifat lamban dan hanya akan menunjukan temperatur rata-rata.
Gambar 1.2. Temperatur berubah secara kontinyu (D. Sharon, dkk, 1982)
Ada bermacam cara untuk menyatakan tanggapan frekuensi sebuah sensor. Misalnya “satu milivolt pada 500 hertz”. Tanggapan frekuensi dapat pula dinyatakan dengan “decibel (db)”, yaitu untuk membandingkan daya keluaran pada frekuensi tertentu dengan daya keluaran pada frekuensi referensi.
3. Jenis Sensor dan Transduser
Perkembangan sensor dan transduser sangat cepat sesuai kemajuan teknologi, semakin komplek suatu sistem dibangun maka semakin banyak jenis sensor yang digunakan.
Sensor yang digunakan dapat dikatagorikan menjadi dua jenis sensor yaitu:
a. Internal sensor, yaitu sensor yang dipasang di dalam bodi.
Sensor internal diperlukan untuk mengamati posisi, kecepatan, dan akselerasi berbagai sambungan mekanik, dan merupakan bagian dari mekanisme servo.
b. Eksternal sensor, yaitu sensor yang dipasang diluar bodi.
9
Sensor eksternal diperlukan karena dua macam alasan yaitu berfungsi sebagai keamanan dan penuntun. Yang dimaksud berfungsi sebagai keamanan adalah untuk perlindungan terhadap kerusakan yang ditimbulkannya sendiri, serta keamanan untuk peralatan, komponen, dan orang-orang dilingkungannya.
4. Klasifikasi Transduser
Berikut ini merupakan klasifikasi transduser menurut William DC sebagai berikut:
a. Self generating transduser (transduser pembangkit sendiri) adalah transduser yang hanya memerlukan satu sumber energi.
Contoh: piezo electric, termocouple, photovoltatic, termistor, dan sebagainya. Ciri transduser ini adalah dihasilkannya suatu energi listrik dari transduser secara langsung. Dalam hal ini transduser berperan sebagai sumber tegangan.
b. External power transduser (transduser daya dari luar).
External power transduser adalah transduser yang memerlukan sejumlah energi dari luar untuk menghasilkan suatu keluaran. Contoh: RTD (resistance thermal detector), Starin gauge, LVDT (linier variable differential transformer), Potensiometer, NTC, dan sebagainya.
5. Macam-macam sensor dan transduser
Sensor thermal adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan panas/temperature/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu. Contohnya: bimetal, termistor, termokopel, RTD, photo transistor, photo dioda, photo multiplier, photovoltaik, infrared, pyrometer, hygrometer, dsb.
Sensor mekanis adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis, seperti perpindahan atau pergeseran atau posisi, gerak lurus dan melingkar, tekanan, aliran, level dsb. Contoh; strain gauge, linear variable deferential transformer (LVDT), proximity, potensiometer, load cell, bourdon tube, dsb.
Sensor optik atau cahaya adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengernai
10
benda atau ruangan. Contoh; photo cell, photo transistor, photo diode, photo voltaic, photo multiplier, pyrometer optic, dsb.
Sensor fisika mendeteksi besaran suatu besaran berdasarkan hukum-hukum fisika. Contoh sensor fisika adalah sensor cahaya, sensor suara, sensor gaya, sensor tekanan, sensor getaran/vibrasi, sensor gerakan, sensor kecepatan,sensor percepatan, sensor gravitasi, sensor suhu, sensor kelembaban udara, sensor medan listrik/magnit, dsb.
6. Klasifikasi sensor berdasar fungsinya
Sensor dibedakan sesuai dengan aktifitas sensor yang didasarkan atas konversi sinyal yang dilakukan dari besaran sinyal bukan listrik (non electric signal value) ke besaran sinyal listrik (electric signal value) yaitu : sensor aktif (active sensor) dan sensor pasif (passive sensor). Pada gambar 1.3 berikut ditunjukkan sifat dari sensor berdasarkan klasifikasi sesuai fungsinya.
Gambar 1.3. Sifat dari sensor berdasarkan klasifikasi
11
a. Sensor Aktif (active sensor)
Sensor aktif adalah suatu sensor yang dapat mengubah langsung dari energi yang mempunyai besaran bukan listrik (seperti : energi mekanis, energi thermis, energi cahaya atau energi kimia) menjadi energi besaran listrik. Sensor ini biasanya dikemas dalam satu kemasan yang terdiri dari elemen sensor sebagai detektor, dan piranti pengubah sebagai transducer dari energi dengan besaran bukan listrik menjadi energi besaran listrik.
Sensor-sensor yang tergolong sensor aktif ini banyak macam dan tipe yang dijual di pasaran komponen elektronik (sebagai contoh: thermocouple, foto cell atau yang sering ada di pasaran LDR (Light Dependent Resistor), foto diode, piezo electric, foto transistor, elemen solar cell , tacho generator, dan lain-lainnya). Prinsip kerja dari jenis sensor aktif adalah menghasilkan perubahan resistansi/tahanan listrik, perubahan tegangan atau juga arus listrik langsung bila diberikan suatu respon penghalang atau respon penambah pada sensor tersebut (contoh sinar/cahaya yang menuju sensor dihalangi atau ditambah cahayanya, panas pada sensor dikurangi atau ditambah dan lain-lainnya).
1). Sensor dengan perubahan suhu
Sensor ini bekerjanya karena adanya perubahan suhu disekitar sensor, hasil pendeteksian berupa sinyal bukan listrik diubah menjadi sinyal listrik, biasanya berupa tegangan listrik. Dan umumnya setiap perubahan dalam 10 °C menghasilkan tegangan listrik sebesar 1mV dc.
Sensor suhu mempunyai beberapa model dan jenis contoh sensor suhu yang ada di pasaran, diantaranya PTC, NTC, PT100, LM35, thermocouple dan lain-lain. Berikut ini karakteristik beberapa jenis sensor suhu.
12
Gambar 1.4. Karakteristik beberapa jenis sensor suhu
Pada gambar di atas IC sensor dan thermocouple memiliki linearitas paling baik, namun karena dalam tugas ini suhu yang diukur lebih dari 100 °C, maka thermocouple yang paling sesuai karena mampu hingga mencapai suhu 1200 °C. Sedangkan IC sensor linear mampu hingga 135 °C.
PTC dan NTC
Termistor atau tahanan thermal adalah komponen semikonduktor yang memiliki karakter sebagai tahanan dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi, yang biasanya negatif. Ada 2 jenis termistor yang sering kita jumpai dalam perangkat elektronika yaitu NTC (Negative Thermal Coeffisien) dan PTC (Positive Thermal Coeffisien). Umumnya tahanan termistor pada temperatur ruang dapat berkurang 6% untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1°C. Kepekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur ini membuat termistor sangat sesuai untuk pengukuran, pengontrolan dan kompensasi temperatur secara presisi.
13
Gambar 1.5. Thermistor
Termistor terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan seperti: mangan (Mn), nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium (U). Rangkuman tahanannya adalah dari 0,5 W sampai 75 W dan tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran. Ukuran paling kecil berbentuk mani-manik (beads) dengan diameter 0,15 mm sampai 1,25 mm, bentuk piringan (disk) atau cincin (washer) dengan ukuran 2,5 mm sampai 25 mm. Cincin-cincin dapat ditumpukan dan di tempatkan secara seri atau paralel guna memperbesar disipasi daya.
Gambar 1.6. Simbol dan fisik thermistor
14
Dalam operasinya termistor memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap temperatur, dan umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara eksponensial untuk jenis NTC ( Negative Thermal Coeffisien):
Teknik Kompensasi Termistor
Karkateristik termistor berikut memperlihatkan hubungan antara temperatur dan resistansi seperti tampak pada gambar berikut:
Gambar 1.7. Karakteristik Thermistor
Untuk pengontrolan perlu mengubah tahanan menjadi tegangan, berikut rangkaian dasar untuk mengubah resistansi menjadi tegangan.
Gambar 1.8. Rangkaian Thermistor
Thermistor dengan koefisien positif (PTC, Positive Thermal Coeffisien) Grafik karakteristik termistor jenis PTC :
15
Gambar 1.9. Karakteristik PTC
Dalam operasinya termistor jenis PTC memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap temperatur, dan umumnya nilai tahanannya naik terhadap temperatur secara eksponensial.
Gambar 1.10. Rangkaian PTC
Untuk teknik kompensasi temperatur menggunakan rangkaian penguat jembatan lebih baik digunakan untuk jenis sensor resistansi karena rangkaian jembatan dapat diatur titik kesetimbangannya.
Gambar 1.11. Teknik kompensasi PTC
16
LM 35
Sensor suhu LM35 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. Sensor Suhu LM35 yang banyak dipakai dalam rangkaian elektronika diproduksi oleh National Semiconductor. LM35 memiliki keakuratan tinggi dan kemudahan perancangan jika dibandingkan dengan sensor suhu yang lain, LM35 juga mempunyai keluaran impedansi yang rendah dan linieritas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan.
Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi yang diberikan ke sensor adalah sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan dengan catu daya tunggal dengan ketentuan bahwa LM35 hanya membutuhkan arus sebesar 60 μA hal ini berarti LM35 mempunyai kemampuan menghasilkan panas (self-heating) dari sensor yang dapat menyebabkan kesalahan pembacaan yang rendah yaitu kurang dari 0,5 ºC pada suhu 25 ºC .
Berikut ini ditunjukkan struktur sensor LM35
Gambar 1.12. Sensor Suhu LM35
Gambar di atas menunjukan bentuk dari LM35 tampak depan dan tampak bawah. 3 pin LM35 menujukan fungsi masing-masing pin diantaranya, pin 1 berfungsi sebagai sumber tegangan kerja dari LM35, pin 2 atau tengah digunakan sebagai tegangan keluaran atau
17
Vout dengan jangkauan kerja dari 0 Volt sampai dengan 1,5 Volt dengan tegangan operasi sensor LM35 yang dapat digunakan antar 4 Volt sampai 30 Volt. Keluaran sensor ini akan naik sebesar 10 mV setiap derajad celcius sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:
VLM35 = 10 mV/oC.
Gambar 1.13. Rangkaian LM35
Gambar di atas kiri adalah gambar skematik rangkaian dasar sensor suhu LM35-DZ. Rangkaian ini sangat sederhana dan praktis. Vout adalah tegangan keluaran sensor yang terskala linear terhadap suhu terukur, yakni 10 milivolt per 1 derajad celcius. Jadi jika Vout = 530mV, maka suhu terukur adalah 53 derajad Celcius.Dan jika Vout = 320mV, maka suhu terukur adalah 32 derajad Celcius. Tegangan keluaran ini bisa langsung diumpankan sebagai masukan ke rangkaian pengkondisi sinyal seperti rangkaian penguat operasional dan rangkaian filter, atau rangkaian lain seperti rangkaian pembanding tegangan dan rangkaian Analog-to-Digital Converter.
Berikut ini merupakan karakteristik Sensor LM35 yaitu:
a) memiliki sensitivitas suhu, dengan faktor skala linier antara tegangan dan suhu 10 mVolt/ºC, sehingga dapat dikalibrasi langsung dalam celcius,
b) memiliki ketepatan atau akurasi kalibrasi yaitu 0,5 ºC pada suhu 25 ºC,
c) memiliki jangkauan maksimal operasi suhu antara -55 ºC sampai +150 ºC,
d) bekerja pada tegangan 4 sampai 30 volt,
18
e) memiliki arus rendah yaitu kurang dari 60 μA,
f) memiliki pemanasan sendiri yang rendah (low-heating) yaitu kurang dari 0,1 ºC pada udara diam,
g) memiliki impedansi keluaran yang rendah yaitu 0,1 W untuk beban 1 mA,
h) memiliki ketidaklinieran hanya sekitar ± ¼ ºC.
Gambar 1.14. Grafik karakteristik LM35 terhadap suhu
RTD (Resitance Thermal Detector)
RTD adalah salah satu dari beberapa jenis sensor suhu yang sering digunakan. RTD dibuat dari bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut dililitkan pada bahan keramik isolator. Bahan kawat untuk RTD tersebut antara lain; platina, emas, perak, nikel dan tembaga, dan yang terbaik adalah bahan platina karena dapat digunakan menyensor suhu sampai 1500 °C. Tembaga dapat digunakan untuk sensor suhu yang lebih rendah dan lebih murah, tetapi tembaga mudah terserang korosi.
Gambar 1.15. Resitance Thermal Detector (RTD)
Bentuk konstruksi RTD secara umum dapat dilihat pada gambar berikut:
19
Gambar 1.16. Bentuk fisik RTD
A. Cryogenic RTD B. Hollow Annulus High Pressure LH2 RTD C. Hollow Annulus LH2 RTD D. 1/8" Diameter LN2 RTD
Dalam penggunaannya, RTD (PT100) juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dari RTD (PT100) adalah:
a) ketelitiannya lebih tinggi dari pada termokopel,
b) tahan terhadap temperatur yang tinggi,
c) stabil pada temperatur yang tinggi, karena jenis logam platina lebih stabil dari pada jenis logam yang lainnya,
d) kemampuannya tidak akan terganggu pada kisaran suhu yang luas.
Sedangkan kekurangan dari RTD (PT100) adalah:
a) lebih mahal dari pada termokopel,
b) terpengaruh terhadap goncangan dan getaran,
c) respon waktu awal yang sedikit lama (0,5 s/d 5 detik, tergantung kondisi penggu naannya),
d) jangkauan suhunya lebih rendah dari pada termokopel, RTD (PT100) mencapai suhu 650 0C, sedangkan termokopel mencapai suhu 1700 0C.
Resistance Thermal Detector (RTD) perubahan tahanannya lebih linear terhadap temperatur uji tetapi koefisien lebih rendah dari thermistor dan model matematis linier adalah:
Ro = tahanan konduktor pada temperature awal ( biasanya 0 oC)
RT = tahanan konduktor pada temperatur t oC
20
α = koefisien temperatur tahanan
Δt = selisih antara temperatur kerja dengan temperatur awal
Sedangkan model matematis nonliner kuadratik untuk RTD adalah:
Grafik perbandingan resistansi dengan temperatur untuk variasi RTD metal.
Gambar 1.17. Grafik perbandingan resistansi dengan temperatur untuk variasi RTD metal
PT100 merupakan tipe RTD yang paling populer yang digunakan di industri. Resistance Temperature Detector merupakan sensor pasif, karena sensor ini membutuhkan energi dari luar. Elemen yang umum digunakan pada tahanan resistansi adalah kawat nikel, tembaga, dan platina murni yang dipasang dalam sebuah tabung guna untuk memproteksi terhadap kerusakan mekanis. Resistance Temperature Detector (PT100) digunakan pada kisaran suhu -200 0C sampai dengan 650 0C.
Berikut adalah gambar dari sensor PT100.
Gambar 1.18. Sensor PT100 dan karakteristik
21
Sensor Cahaya
Komponen-komponen sensor cahaya merupakan alat terandalkan untuk mendeteksi energi cahaya. Alat ini melebihi sensitivitas mata manusia terhadap semua spectrum warna dan juga bekerja dalam daerah-daerah ultraviolet dan infra merah. Energi cahaya bila diolah dengan cara yang tepat akan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk teknik pengukuran, teknik pengontrolan dan teknik kompensasi.
Sel-sel fotokonduktif (photoconductive cell), juga disebut tahanan cahaya (photo resistor) atau tahanan yang bergantung cahaya (LDR-light dependent resistor), dipakai luas dalam industri dan penerapan pengontrloan di laboratorium. Sedangkan sel-sel foto tegangan (photovoltatic cells), adalah alat semikonduktor untuk mengubah energi radiasi daya listrik. Contoh yang sangat baik adalah sel matahari (solar cell) yang digunakan dalam teknik ruang angkasa.
Sensor cahaya adalah komponen elektronika yang dapat berfungsi mengubah suatu besaran optik (cahaya) menjadi besaran elektrik. Sensor cahaya berdasarkan perubahan elektrik yang dihasilkan dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a) photovoltaic: yaitu sensor cahaya yang dapat mengubah perubahan besaran optik (cahaya) menjadi perubahan tegangan, salah satu sensor cahaya jenis photovoltaic adalah solar cell,
b) photoconductive: yaitu sensor cahaya yang dapat mengubah perubahan besaran optik (cahaya) menjadi perubahan nilai konduktansi (dalam hal ini nilai resistansi), contoh sensor cahaya jenis photoconductive adalah LDR, Photo Diode,Photo Transistor.
SOLAR CELL
Solar cell merupakan jenis sensor cahaya photovoltaic, solar cell dapat mengubah cahaya yang diterima menjadi tegangan. Gambar simbol dan bentuk asli solar cell adalah:
22
Gambar 1.19. Photovoltaic
Apabila solar cell menerima pancaran cahaya maka pada kedua kaki solar cell akan muncul tegangan DC sebesar 0,5 Vdc sampai 0,6 Vdc untuk tiap cell. Aplikasi solar cell yang paling sering kita jumpai adalah pada calculator.
LDR (Light Dependent Resistor)
LDR (Light Dependent Resistor) adalah sensor cahaya yang dapat mengubah besaran cahaya yang diterima menjadi besaran konduktansi. Gambar simbol dan bentuk asli adalah sebagai berikut:
Gambar 1.20. Light Dependent Resistor (LDR)
Apabila LDR menerima cahaya maka nilai konduktansi antara kedua kakinya akan meningkat (resistansi turun). Semakin besar cahaya yang diterima maka semakin tinggi nilai konduktansinya (nilai resistansinya semakin rendah). Aplikasi LDR salah satunya pada lampu penerangan jalan yang akan menyala otomatis pada saat cahaya matahari mulai redup.
Photo Diode
Photo diode adalah sensor cahaya yang mengadopsi prinsip dioda, yaitu hanya akan mengalirkan arus listrik satu arah saja.
23
Gambar 1.21. Photo diode
Sama seperti LDR, photo diode juaga akan mengubah besaran cahaya yang diterima menjadi perubahan konduktansi pada kedua kakinya, semakin besar cahaya yang diterima semakin tinggi juga nilai konduktansinya dan sebaliknya. Pada photo diode walaupun nilai konduktansi tinggi (resistansi rendah) tetapi arus listrik hanya dapat dialirkan satu arah saja dari kaki Anoda ke kaki Katoda.
Photo Transistor
Photo transistor adalah sensor cahaya yang dapat mengubah besaran cahaya menjadi besaran konduktansi.
Gambar 1.22. Photo Transistor
Photo transistor prinsip kerjanya sama halnya dengan transistor pada umum, fungsi bias tegangan basis pada transistor biasa digantikan dengan besaran cahaya yang diterima photo transistor. Pada saat photo transistor menerima cahaya maka nilai konduktansi kaki kolektor dan emitor akan naik (resistansi kaki kolektor-emitor turun).

Tidak ada komentar:

SEKOLAH KEDINASAN

Pengertian Sekolah Kedinasan Hal pertama yang perlu kamu ketahui bahwa sekolah kedinasan, sekolah ikatan dinas, dan perguruan tinggi kedinas...